Keputusan Pemerintah Pusat untuk melakukan pemangkasan anggaran Transfer Keuangan Daerah (TKD) bagi sejumlah Pemerintah Kota (Pemkot) pada triwulan IV tahun anggaran 2025 telah memicu Analisis Kebijakan yang mendalam mengenai dampaknya terhadap kapasitas fiskal dan pelayanan publik lokal. Pemangkasan ini, yang dilaporkan mencapai rata-rata 15% di 30 Pemkot besar di Indonesia, didasarkan pada revisi proyeksi pendapatan negara serta evaluasi penyerapan anggaran tahun sebelumnya yang dianggap kurang optimal. Secara spesifik, pemangkasan ini terutama terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU), dengan total nilai yang dipangkas diperkirakan mencapai Rp5,2 triliun secara nasional pada periode tersebut.
Dampak pemangkasan ini langsung terasa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemkot. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot, Bapak Hery Sutanto, mengonfirmasi pada 25 September 2025 bahwa Pemkot harus melakukan penyesuaian anggaran yang signifikan, termasuk penundaan beberapa proyek infrastruktur non-prioritas. Proyek-proyek yang terpaksa ditunda meliputi pembangunan 5 ruas jalan lingkungan baru dan rehabilitasi 3 pasar tradisional, yang semula dijadwalkan selesai pada Desember 2025. Penundaan ini merupakan konsekuensi logis dari Analisis Kebijakan fiskal di tingkat pusat, namun menuntut kreativitas Pemkot dalam mencari sumber pendapatan alternatif atau melakukan efisiensi belanja.
Selain infrastruktur, sektor yang paling rentan terdampak adalah belanja non-wajib seperti insentif pegawai dan kegiatan peningkatan kapasitas daerah. Pemkot diinstruksikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memprioritaskan belanja wajib, yaitu gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) dan alokasi 20% untuk pendidikan serta 10% untuk kesehatan. Akibatnya, alokasi dana untuk program inovasi dan pelatihan pegawai dipotong hingga 30%. Walaupun pemangkasan ini bersifat teknis dan bertujuan menjaga disiplin fiskal, Analisis Kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran tentang menurunnya daya saing daerah dalam jangka panjang, terutama di kota-kota yang mengandalkan inovasi dan layanan digital untuk pertumbuhan ekonomi.
Untuk memitigasi dampak negatif, Pemkot didorong untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tim Satuan Tugas (Satgas) Optimalisasi PAD yang dibentuk oleh Pemkot pada 1 Oktober 2025 fokus pada peningkatan retribusi parkir, pajak hotel dan restoran, serta percepatan lelang aset daerah yang tidak terpakai. Selain itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap penggunaan sisa dana TKD yang masih ada, memastikan bahwa tidak ada kebocoran atau inefisiensi. Dengan demikian, pemangkasan anggaran TKD menjadi tantangan yang memaksa Pemkot untuk menata ulang prioritas, memperkuat kemandirian fiskal, dan meningkatkan efisiensi belanja agar pelayanan publik esensial tetap terjaga.